Jakarta - Ayat 23 memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk mengingatkan para pendurhaka, bahkan seluruh manusia bahwa: “Dialah
sendiri, yakni Allah Yang Rahman bagi seluruh makhluk, Dialah Yang
menciptakan kamu tahap demi tahap dan menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan-penglihatan, serta hati agar kamu menggunakannya secara
baik, sebagai tanda kesyukuran kepada-Nya.” Tetapi amat sedikit kamu bersyukur [23].
Ayat 24 melanjutkan bahwa: Sampaikan juga wahai Nabi Muhammad bahwa: “Dia-
sendiri, tidak ada selain-Nya, Yang mengembangbiakkan dan menyebarkan
kamu di bumi, dan hanya kepada-Nyalah kamu akan diwafatkan oleh-Nya,
lalu dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk dimintai pertangungjawaban dan
di beri balasan sesuai amal-amal kamu” [24].
Kaum musyrik
menolak ajakan Nabi Muhammad saw, lebih-lebih tentang Hari Kebangkitan.
Ayat 25 merekam ucapan mereka yang selalu mereka ucapkan secara
berolok-olok, yaitu: “Kapankah datangnya janji/ancaman tentang Hari
Kebangkitan ini? Jika kamu, wahai Muhammad dan kaum Muslim merupakan
orang-orang yang benar tentulah kamu dapat memberitahukannya kepada
kami” [25].
Sekali lagi Nabi Muhammad saw diperintahkan menyampaikan bahwa: “Sesungguhnya
pengetahuan tentang waktu dan rincian kedatangan Hari Kiamat hanya pada
sisi Allah swt. Aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang
sangat jelas” [26].
Ancaman itu pasti datang! Ayat 27
menegaskan bahwa ketika mereka melihat dengan mata kepala, azab yang
diancamkan itu sudah demikian dekat kehadirannya, yakni pada Hari Kiamat
dan setelah pengumpulan makhluk di Padang Mahsyar,
dimuramkanlah—sehingga menjadi hitam—wajah-wajah orang-orang kafir oleh
kehadiran siksa itu dan dikatakan kepada mereka oleh malaikat penyiksa
dengan nada mengejek, sebagaimana dahulu ketika di dunia mereka selalu
mengejek: “Inilah ancaman yang dahulu kamu selalu meminta-minta agar disegerakan datangnya” [27].
Kaum
musyrik yang berkali-kali ditegur kepercayaannya itu, tidak menemukan
cara menampik kebenaran kecuali dengan upaya mencelakakan Nabi saw, atau
paling tidak, mengharap agar beliau segera mati. Ayat 28 mengecam
mereka dengan memerintahkan Rasul saw bahwa: "Katakanlah, wahai Nabi
Muhammad, kepada mereka yang mengharapkan kematianmu atau jatuhnya
bencana atas dirimu bahwa: “Terangkanlah kepadaku dengan keterangan yang
jelas, bagaikan terlihat oleh pandangan mata, hal berikut yaitu: Jika
Allah swt mematikan aku dengan cara apa pun dan mematikan juga
orang-orang yang bersama denganku dalam keyakinan, sebagaimana yang kamu
harapkan, atau jika Allah swt merahmati kami dengan memanjangkan usia
kami dalam ketaatan kepada-Nya, serta menganugerahkan kemenangan bagi
kami dengan memenangkan ajaran-Nya, maka apakah salah satu dari dua
kemungkinan itu bermanfaat bagi kamu sehingga membebaskan kamu dari azab
Allah? Jelas tidak! Jika demikian, tiada manfaatnya bagi kamu menanti
dan mengharapkan kematian kami. Bahkan kamu akan disiksa karena kamu
mengingkari keesaan Allah swt dan durhaka kepada-Nya, maka jika demikian
siapakah yang dapat melindungi kamu dan melindungi orang-orang yang
kafir yang selain kamu dari azab yang pedih?” [28].
Mereka
yang ditanya itu bungkam, karena itu Allah swt memerintahkan Nabi
Muhammad saw menjawab bahwa: Yang dapat melindungi kami dan kamu hanya
Dia saja, tidak selain- Nya, yaitu ar-Rahman, Tuhan Pelimpah kasih.
Kami, yakni Nabi Muhammad bersama dengan pengikut-pengikut beliau,
beriman kepada-Nya dan hanya kepada-Nya saja. Kami berserah diri setelah
berupaya semaksimal mungkin. Kami hanya mengharapkan-Nya dan tidak
takut kepada selain-Nya. Kelak kamu akan mengetahui ketika menyaksikan
datangnya siksa, siapakah—kelompokku atau kelompok kamu—yang berada
dalam kesesatan yang nyata” [29].
Akhirnya, surah ini ditutup
dengan memerintahkan juga Nabi Muhammad saw mengingatkan tentang nikmat
Allah swt, yakni dengan menanyakan kepada mereka bahwa: “Terangkanlah
kepadaku jika sumber air kamu surut masuk ke kedalaman bumi sehingga
menghilang dari permukaan sumur menjadi kering dan sumber air lainnya
tak dapat kamu jangkau; maka siapakah yang akan mendatangkan buat kamu
air yang mengalir atau memancar?” Pasti tidak satu pun kecuali Rabb
al‘alamin, Tuhan Pemelihara seluruh alam!
Surah ini dibuka
dengan kata Tabaraka yang mengandung makna melimpahnya anugerah Allah
swt, di samping uraian tentang betapa harmonisnya alam raya, dan ia
ditutup dengan mengingatkan tentang nikmat air yang merupakan “syarat
wujud dan kesinambungan hidup semua yang hidup. Demikian bertemu awal
surah dan akhirnya. Wa Allah A‘lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar